Mari Berjamaah Memberantas Narkoba dan Miras

Oleh: Sri Wiyono

Sekitar dua bulan lalu, tiba-tiba kawan lama saya yang saat ini kebetulan bertugas di Badan Narkotika Nasional (BNN) mengirimi saya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 tahun 2018 Tentang Penggolongan Narkotika.

‘’Carnophen masuk narkotika golongan 1 Mas,’’ begitu tulisnya melalui pesan di WA.

Ya, peraturan yang diundangkan sejak 9 Maret 2018 itu memang membawa perubahan yang besar. Carnophen yang selama ini masuk dalam kategori obat daftar G, sejak peraturan tersebut muncul, pil yang oleh kalangan pemakainya dulu disebut ‘Mbah Karno’ itu masuk menjadi narkotika golongan 1.

Tentu saja konsekuensi hukumnya juga berubah bagi siapa saja yang menyalahgunakannya. Dan, kawan saya ini tahu kalau di Tuban, peredaran Carnophen bak peredaran kacang goreng di tengah pasar malam: sangat marak hehehehe

Pendidikan di BNN yang dijalaninya membuat kawan saya ini menjadi luar biasa gesit dalam bertugas. Padahal, kalau tidak sedang bertugas, dia biasa saja. Orang jawa bilang ‘ora doyoni’ atau tidak terlihat dia adalah aparat yang garang.

Beberapa kasus penangkapan jaringan besar narkoba, dengan barang bukti yang membuat geleng-geleng kepala, kawan saya ini andil di dalamnya. Seperti di Jepara, Semarang bahkan di Nusa Kambangan dan sejumlah kota lain di negeri ini.

Satu hari dia berada di satu kota, namun besoknya sudah pindah ke kota lain yang sangat jauh jaraknya, bahkan sampai luar pulau. Sungguh cepat pergerakannya. Sudahlah, memang itu tugasnya. Kita doakan saja kawan saya ini terus dilindungi Allah SWT.

Kasus narkoba di Bumi Wali ini pun tak bisa dianggap enteng. Peredaran Caenophen sedemikian banyaknya. Kasus narkoba yang ditangani Polres Tuban semakin meningkat tiap tahun.

Sebut saja pada 2014, sesuai data dari Polres Tuban, sebanyak 40 kasus yang ditangani. Jumlah itu bertambah pada 2015 menjadi 60 kasus. Puluhan bahkan ratusan ribu pil, bisa jadi jutaan butir Carnophen sudah diamankan dan dimusnahkan.

Dua tahun terakhir kasus narkoba juga makin banyak. Pada 2016 terjadi 102 kasus, yakni 24 kasus narkoba seperti sabu, ganja, inex dan sebagainya. Serta 78 kasus obat daftar G dan Carnophen.

Dari 102 kasus itu sebanyak 113 tersangka diproses hukum. Sebanyak 101 tersangka laki-laki dan 12 tersangka perempuan. Dengan barang bukti 22,3 gram shabu dan 31.082 butir Carnophen serta yang Rp 27,7 juta.

Lalu pada 2017 jumlah kasus turun menjadi hanya 97 kasus. Sebanyak 17 kasus narkoba dan 80 kasus obat daftar G. Jumlah tersangka juga turun menjadi 106 orang. Yakni tersangka laki-laki 100 orang dan perempuan 6 orang. Hanya barang buktinya bertambah. Shabu seberat 23,25 gram dan 36.177 butir Carnophen serta uang Rp 28,6 juta.

Dulu, kasus Carnophen hanya dikenakan UU kesehatan dan pangan untuk menjerat. Hukumnnya pun ringan. Di UU pangan misalnya, penyalahgunaan bahan yang membahayakan maksimal hukumannya hanya 2 tahun, di tambah denda. Dan putusan pengadilan dinilai masih ringan, sehingga tak menimbulkan efek jera.

Dengan masuk jenis narkoba golongan 1, penyalahgunanya diancam hukuman berat. Karena untuk narkoba golongan 1, ancaman hukumannya berasal dari UU nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.


Pasal 111 ayat (1) UU ini menyebutkan; Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai,
atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800.000.000,00 (delapan
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

Peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) di Kabupaten Tuban membuat miris dan mengelus dada. Jumlah barang yang berhasil disita, artinya barang tersebut gagal disebarkan atau dijual.

Bagaimana dengan barang yang sudah tersebar ? Diyakini jumlahnya lebih banyak lagi. Sebab, kasus narkoba ibarat gunung es di tengah lautan. Artinya yang nampak hanya permukaannya saja, pucuknya saja. Sementara yang di bawah yang lebih besar dan bahaya masih tidak kelihatan.

Tersangka yang ditangkap diyakini hanya sebagian kecil saja yang terungkap, karena jaringan yang besar, barang yang lebih banyak juga akan terus menyebar, dan semua itu mengancam kelangsungan hidup generasi muda kita.

Sesuai data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) pengguna narkoba di Indonesia saat ini tercatat sekitar 5 juta orang. Sedangkan data lebih banyak dirilis Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) yang merilis pengguna narkoba di negeri ini sebanyak 6 juta orang. Dan, sebagian dari pengguna itu ada di Tuban, kabupaten yang menahbiskan diri sebagai Bumi Wali.

Selain narkoba, Tuban juga dikenal dengan araknya. Minuman keras (miras) tradisional ini juga masih begitu sulit dihilangkan. Meski aparat dari Satpol PP dan polisi berkali-kali menggerebek dan mengamankan pemilik pabriknya.

Bahkan, juga menghukum berat. Namun, tetap saja arak masih berseliweran. Selasa kemarin, Polres menusnahkan ribuan liter miras dan bahan miras. Ribuan liter miras itu merupakan hasil operasi cipta kondisi sebulan terakhir sebelum memasuki bulan Ramadan.
Sebanyak 1.302,75 liter arak, 29.844 liter baceman bahan arak, 113 botol anggur kolesom, 31,5 liter anggur, juga 6,2 liter gingseng dan 8 dandang alat untuk membuat arak.

Semua barang itu adalah barang bukti kasus peredaran dan produksi miras. Barang-barang itu dimusnahkan dengan disaksikan para pejabat, tokoh agama, tokoh masyarakat dan undangan lainnya. Acara yang hampir tiap tahun menjelang Ramadan dilaksanakan.

Apa langkah kita sebagai warga masyarakat, warga yang mengaku beragama melihat semua itu. Banyak kalangan yang prihatin, dan menyayangkan. Sehingga, mereka mendukung langkah tegas aparat.

Ada juga lembaga yang secara berani menyatakan perang dengan narkoba dan miras. Juga ada lembaga yang secara massif terus mengkampanyekan bahwa nakorba itu jahat. Narkoba itu merusak masa depan dan sebab negatif lainnya.

Namun, jika gerakan tersebut dilakukan sporadis, secara kelompok per kelompok dan tidak massif, maka narkoba dan miras itu akan sulit dibendung. Memang sudah sunatullah, bahwa di samping kebaikan pasti ada keburukan. Ibarat sebaik-baiknya rumah, sebersih-bersihnya rumah, sesuci-sucinya tempat ibadah misalnya, pasti ada toiletnya, pasti ada jambannya.

Sehingga, meminjam kata-kata seorang kawan yang getol kampanye antinarkoba, bahwa sampai kiamat pun narkoba, miras dan kejahatan tidak akan hilang dari muka bumi.

Apakah kita menyerah ? Tentu tidak ! Karena kebaikan harus terus dikabarkan, kebaikan harus terus digelorakan. Sehingga, kejahatan akan terpinggirkan. Namun, upaya itu harus dilakukan secara bersama-sama, harus dilakukan berjamaah.

Tak peduli agama, golongan, asal organisasi, kasta, dari golongan ekonomi apa atau bagaimana. Ketika punya semangat yang sama, punya cita-cita yang sama, maka mari berjamaah mengepung narkoba dan miras. Agar kedua barang haram itu malu berada di Bumi Wali dan menyingkir.

Para pejabat di Bumi Wali sudah punya komitmen itu, tokoh masyarakat juga punya harapan yang sama. Sebagian pemuda juga punya semangat luar biasa untuk membebaskan kawan-kawannya dari ancaman dan cengkeraman narkoba dan miras.

Maka jamaah ini akan menjadi kekuatan yang besar untuk menggempur narkoba dan miras di Bumi Wali. Kapolres, Bupati, dan tokoh-tokoh agama juga punya semangat dan komitmen sama. Mari kita satukan langkah, dan rapatkan barisan demi tujuan dan cita-cita luhur bersama. Mari berjamaah mengepung narkoba dan miras.

Oh ya, Kamis 17 Mei besok sudah puasa, masuk Ramadan, marhaban ya Ramadan. Jangan lupa jamaah salat tarawih, selain berjamaah menggempur peredaran miras dan narkoba. Semoga semangat itu masuk menjadi catatan amal baik. Wallahu a’lam.(*)