Pembebasan Lahan Kilang Rosneft Buntu

Reporter; Moch. Sudarsono

blokTuban.com - Pembebasan lahan yang akan digunakan untuk pembangunan Kilang Tuban milik PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP), perusahaan patungan PT Pertamina (Persero) dan Rosneft berjalan buntu.

Warga sekitar perusahaan yang tanahnya dibutuhkan untuk mega proyek tersebut menolak menjualnya dengan berbagai alasan. Hal itu disampaikan saat sosialisi antara pihak perusahaan dengan masyarakat, 5 November kemarin.

Hingga kini kelanjutan pembebasan lahan itupun belum jelas akan seperti apa. Bahkan, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tuban juga ikut berkomentar mengenai rencana proyek strategis tersebut.

"Sampai saat ini belum jelas kelanjutan proyek tersebut, setelah warga menolak menjual lahannya saat sosialisasi bulan kemarin," kata Wakil Ketua Komisi D, DPRD Tuban, Tulus Setyo Utomo, saat dikonfirmasi blokTuban.com terkait perkembangan mega proyek kilang tersebut, Minggu (17/12/2017).

Data yang dihimpun blokTuban.com ada sekitar 492 kepala keluarga dengan kepemilikan tanah seluas 219 hektar yang menolak untuk membebaskan lahannya.

Dengan adanya temuan data tersebut, wakil ketua komisi yang membidangi pembangunan dan perekonomian ini meminta pihak terkait untuk mencari solusi demi kebaikan bersama.

Tulus meminta agar pihak PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP) bisa segera mengambil langkah persuasif agar tujuan untuk membangkitkan perkonomian di Tuban itu bisa segera terlaksana.

Bahkan, anggota fraksi PDI-P itu menekankan jangan sampai ada tindak kekerasan ataupun intimidasi saat pembebasan lahan kilang Tuban berlangsung.

"Saya harap cara persuasif digunakan saat pembebasan lahan berlangsung, jangan sampai ada kekerasan," tegas dia.

Politikus partai berlambang Banteng itu juga meminta warga bersedia untuk melakukan musyawarah bersama-sama dengan perusahaan, agar apa yang menjadi masalah dalam pembebasan lahan bisa mendapatkan solusi.

"Harapan saya semua bisa dimusyawarahkan dengan baik, pihak perusahaan dan masyarakat harus duduk bersama untuk mencari solusi," pungkasnya.

Diperkirakan saat pengerjaan proyek pembangunan berlangsung, setidaknya dibutuhkan 50.000 tenaga kerja. Sedangkan pada saat operasi, dibutuhkan sekitar 2000 tenaga kerja.[nok/ito]