Calon Bupati atau Calon Bubar

Oleh: Muhammad A. Qohhar

blokTuban.com - Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad. Suara tersebut seperti menjadi komando jemaah salat Subuh di masjid bubar. Sebab, setelah itu serentak terdengar ucapan bersama-sama makmum, Allahumma sholli alaih.

Ada yang langsung pulang. Tampak pula sedang bercakap-cakap di serambi masjid, dan sebagian lagi tetap di dalam ruang utama dengan membaca Alquran. Kang Sabar yang sejak komando terdengar tadi langsung keluar, mengamati sekitarnya. Ia tengah mencari posisi Kang Samin.

Berbagai tema dibahas jemaah yang berada di serambi masjid. Salah satunya dibahas mengenai Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Bojonegoro yang rencananya dihelat pada pertengahan tahun 2018. Sampai saat ini semakin banyak nama-nama yang muncul di lapangan, walaupun beberapa diantaranya seperti sekilas lalu untuk cari perhatian sesaat.

Yang terlihat mulai serius dengan branding hampir menyebar di kecamatan-kecamatan antara lain: Kuswiyanto, Anna Muawanah, Akmal Boedianto, Arief Januarso dan H. Sutrisno. Sebelumnya yang sempat diperbincangkan juga terdapat nama Mayjend TNI Wardiyono, Wakil Bupati Setyo Hartono, istri Bupati Suyoto, Mahfudhoh, Sekretaris Daerah Soehadi Moeljono, Kepala Dinas Pendidikan Hanafi dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Nurul Azizah.

"Dimana to Kang Samin, katanya mengajak satu bulan bersamanya." Kang Sabar bergumam dalam hati sambil terus berdiri mematung. Sesekali ia menengok ke kanan dan kiri, dan terkadang ke belakang.

Sempat memakai sandal, Kang Sabar akhirnya memilih untuk melepas kembali dan masuk ke serambi. Ia duduk dan mendengarkan percakapan empat orang jemaah yang rata-rata berusia 40-an tahun. Tema Pemilukada Bojonegoro kelihatannya membuat Kang Sabar tergelitik untuk ikut berdiskusi.

Itung-itung sambil menunggu Kang Samin muncul, Kang Sabar ikut usul pengetahuannya selama ini ketika mendengar, membaca dan bahkan bertemu langsung beberapa figur. Sebab, ketika dirinya tengah berada di pangkalan ojek, terkadang ada seorang tiba-tiba datang dan berkenalan. Sambil membagikan kalender, dan terkadang juga memberi rokok, kue dan lain-lainnya.

"Saya ketika di pangkalan ojek, kadang juga kaget. Tidak kenal, tiba-tiba kami tukang ojek diminta berkumpul seseorang, diajak foto bareng dan salaman," kata Kang Sabar sambil menggelengkan kepala.

Setahu dirinya, untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin suatu daerah, memang harus "bermuka tebal". Selain itu "sok kenal dan sok dekat" juga diperlukan agar cepat dikenal masyarakat. Minimal untuk bahan survei internal partai politik agar mau melirik atau dilirik. Tidak hanya itu, jika survei tinggi, bisa jadi ada calon lain yang tingkat popularitasnya rendah dan mempunyai sokongan finasial kuat akan mengajak bergandengan tangan.

"Itu yang tak baca di media-media dan hasil berdikusi di pangkalan ojek. Sebab, untuk biaya kuliah ini, itu dan macam-macamnya pasti habis banyak," celoteh Kang Sabar.

Tiba-tiba Kang Sabar menghentikan pembicaraannya. Sebab, dari balik pintu utama masjid terlihat Kang Samin tengah berjalan sambil memegangi kepalanya. Tampak, kopiah putih yang dikenakan seperi akan terjatuh, karena kebesaran sedikit.

"Ealah Kang Samin, pasti ketiduran di dalam masjid ya. Maklum, puasa-puasa seperti ini paling enak memang tidur sehabis Subuh. Saya lama menunggu dan mencarimu kang," sergahnya sambil memandangi Kang Samin.

Melihat ocehan sahabatnya itu, Kang Samin hanya menggelengkan kepala. Ia langsung ikut duduk bersantai di serambi masjid dan mendengarkan pembicaraan tentang Pemilukada. "Kalau bicara jangan ngawur saja kamu, tadi saya membaca Alquran di dalam. Sebab, saya menargetkan setelah salat fardlu bisa 1 juz. Jadi sehari semalam dapat lima juz," sergah Kang Samin.

Mendengar jawaban itu, Kang Sabar hanya tersipu malu. Ternyata, tebakan yang dilontarkan tadi keliru dan kurang tepat. Ia mengoreksi diri, alangkah belum beruntung dirinya, selama puasa terkadang belum bisa mengkhatamkan Quran. Lha, Kang Samin berarti setiap enam hari khatam sekali, karena tiap hari dapat lima juz.

"Sudahlah Sabar, eh tadi bicara terkait apa, kelihatannya kok menarik. Boleh donk ikut urun rembuk, asal yang positif dan tidak menggunjing orang lho ya, puasa-puasa. Pada zaman rosulullah, ketika ia mendengar dari kiai, katanya masjid juga sering dipakai untuk upacara pemerintahan, mencari solusi kemasyarakatan dan lain-lain," ucap Kang Samin membuyarkan suasana hening tadi.

Kang Samin mengatakan, jika banyak nama-nama bertebaran saat ini belum tentu akan jadi bakal calon bupati atau bakal calon wakil bupati. Bisa-bisa cuma calon bubar. "Lha kok bisa calon bubar? Artinya, ya tenggelam sendiri seiring berjalannya waktu," lanjutnya.

Karena, untuk maju ke pertarungan Pemilukada, dibutuhkan banyak syarat, semisal dana berlimpah, dukungan parpol atau masyarakat, serta kukuatan fisik dan mental. Sebab, jika ada yang kurang satu saja, bisa timpang dan terjerembab di akhir pencalonan. Sulit untuk bersaingan apalagi mencari kemenengan.

"Ooo, gitu ya Kang Samin. Berat banget berarti. Lha ya, jika ada figur hanya pasang dua banner dan performanya tida meyakinkan, berarti bukan calon bupati ya kang, tapi calon bubar?" jawab Kang Sabar sekenanya. [mad]

Bojonegoro, 29 Mei 217

*Reporter: blokMedia Group (blokBojonegoro.com dan blokTuban.com)

ilustrasi:.net