Reporter: Edy Purnomo

blokTuban.com - Kompensasi warga Desa Rahayu, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban, yang selama ini diterima dari operator Minyak dan Gas Bumi (Migas) blok Tuban, Joint Operating Body Pertamina Petrochina East Java (JOB PPEJ), tampaknya sulit dipenuhi perusahaan lagi. Perusahaan berdalih, produksi Minyak dan Gas Bumi (Migas) di Sumur Mudi, Desa Rahayu, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban, mengalami penurunan cukup drastis. Hal itu berdampak pada gas buang dari proses produksi minyak yang juga mengalami penurunan cukup drastis.

Diketahui, warga Desa Rahayu, Kecamatan Soko, tidak lagi menerima kompensasi bulanan sejak bulan Januari 2016. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang setiap KK menerima kompensasi dengan besaran variatif, mulai dari Rp300.000 sampai Rp500.000 per KK.

"Dengan turunnya produksi dan tak beroperasinya beberapa ‎sumur di lapangan Mudi itu, gas buang yang dihasilkan dari ‎proses produksi minyak JOB PPEJ di sana juga menurun," kata ‎Field Andim Superintendent JOB PPEJ, Akbar Pradima, kepada blokTuban.com, Kamis (30/6/2016).

Akbar menjelaskan, dulu sumur Mudi bisa memproduksi sampai 4.000 Barel perhari dengan gas buang yang dihasilkan dari sumur Mudi mencapai 20 MMSCFD, sehingga perusahaan diwajibkan memberikan kompensasi kepada warga terdampak. Sementara sekarang, dari lapangan tersebut hanya mampu berproduksi sebanyak 1.000 Barel per hari dengan gas buang yang dihasilkan diklaim dan diperkirakan tinggal sebesar 3 MMSCFD.

Dengan begitu, kata Akbar, tuntutan warga setempat yang meminta kompensasi ‎akibat dampak gas buang tak bisa begitu saja dipenuhi ‎manajemen JOB PPEJ. Menunggu hasil penelitian, apakah sekarang produksi Migas di lapangan Mudi berdampak langsung dengan warga apa tidak? Untuk ‎membuktikan ada atau tidak adanya dampak langsung terhadap ‎lingkungan dan warga masyarakat sekitar lokasi akibat gas ‎buang, JOB PPEJ melibatkan ITS sebagai lembaga independen ‎dan BLH Tuban untuk meneliti masalah ini secara komprehensif.

"Yang menahan masalah ‎kompensasi itu adalah Undang-Undang (UU), bukan saya atau ‎JOB PPEJ. Tolong bantu kami. Ini uang negara sekian besar, ‎kalau kita kasih begitu saja tanpa ada dasarnya (hukum), itu ‎merupakan temuan. Kita bisa masuk penjara, karena hal itu. ‎Kita tak bisa main-main dengan uang negara," tegas Akbar.

Dia mengatakan, kalau langkah JOB PPEJ (menghentikan kompesasi) tersebut sejalan dengan ketentuan dalam ‎UU Lingkungan dan regulasi lain yang mengatur korporasi hulu ‎Migas terkait masalah tersebut.

Tetapi, apabila tim independen dari ITS dan BLH Tuban menemukan adanya pelanggaran dan dampak gas buang yang dirasakan warga, maka perusahaan akan tetap membayar kompensasi seperti tahun-tahun sebelumnya. "Prinsipnya, ‎semua harus merujuk pada UU dan regulasi yang berlaku," ‎ingat Akbar.

Akbar menjelaskan, turunnya tingkat produksi dan harga minyak dunia yang ‎belum membaik berakibat banyak korporasi hulu ‎Migas menghela napas panjang, dan mengatur manajamen ‎produksi dan keuangan secara prudent (hati-hati). Pasalnya, ‎biaya operasional dan produksi per barel cukup ‎tinggi, sedang harga minyak di pasar global berada di kisaran ‎USD 35 per barel. [pur/col]