Membaca Dongeng Perjalanan Mandasia

 

Oleh: Nanang Fahrudin

Mendongeng adalah bercerita dengan intonasi suara yang naik turun, melambat lalu cepat lagi, dan menghibur. Begitulah saya memahami 'mendongeng' sebagaimana seorang ibu mendongengi anaknya sebelum tidur. Seorang anak akan berimajinasi, lelah, lalu tertidur. Besoknya, si anak akan menagih ibunya agar mendongengi lagi.

Yusi Avianto Pareanom menamai bukunya sebagai sebuah dongeng. Tulisan lengkap di sampul buku adalah “Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi, Sebuah Dongeng Karya Yusi Avianto Pareanom”. Gambar sampulnya tiga orang berlari (terbang?) di semacam gurun warna merah langit senja. Setelah saya merampungkan buku itu, saya menyimpulkan tiga sosok orang berlari itu adalah Sungu Lembu, Raden Mandasia, dan seorang Loki Tua.

(Saya tidak tahu arti 'loki'. Di wikipedia disebutkan loki adalah seorang dewa Yunani yang suka mengacau dan pandai bertipu muslihat. Ia dijuluki “si pembuat masalah”. Namun di Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) versi online, loki berarti perempuan pelacur. Saya tidak tahu persis arti dalam buku Raden Mandasia (setelahnya disebut RM). Karena loki tua dalam RM jelas-jelas seorang laki-laki yang pandai memasak)

Memasak. Ya, memasak. Tiga tokoh yang saya sebut tadi semuanya pandai memasak. Raden Mandasia pandai memasak daging sapi. Sungu Lembu juga pandai, tapi spesialisasinya adalah mencecap rasa masakan. Dia bisa menyebutkan bumbu apa saja yang ada dalam sebuah makanan setelah mencicipinya. Sedang loki tua adalah seorang tukang masak yang terkenal. Murid-muridnya banyak yang sukses mendirikan rumah makan.

Dalam buku RM ini, banyak sekali tokoh yang hadir. Namun, selain tiga orang itu ada tokoh-tokoh penting, diantaranya Watugunung seorang (raja Gilingwesi), Dewi Shinta (istri Watugunung), Nyai Manggis (pemilik rumah judi), Banyak Wetan (paman Lembu Sungu). Tokoh lain begitu banyak, dan tak perlu saya menyebut satu persatu.

RM berkisah tentang kisah perjalanan Sungu Lembu dan Raden Mandasia. Hubungan keduanya agak unik. Sungu adalah pangeran Banjaran Waru yang ditaklukkan Gilingwesi. Mandasia adalah pangeran Gilingwesi. Sungu menyimpan dendam kepada Gilingwesi dan bertekad membunuh Raja Watugunung. Ia memang harus bersabar menunggu waktu yang tepat, dan mengikuti Mandasia adalah cara terbaik mendekati Watugunung.

Tapi perjalanan mereka yang penuh kocak dimulai dengan kebiasaan Mandasia mencuri sapi untuk dimasak. Sapi yang dicuri adalah sapi yang masih ada di ladang rumput, berada di gerombolan sapi. Ilmu pedagnya yang hebat, membuat pencurian itu selalu berhasil. Sapi yang disembelih di tempat, lalu dicacah-cacah dengan kecepatan kilat, membuat sapi yang disembelih tak terasa bahwa bagian tubuhnya sudah terpisah-pisah. Apalagi sapi lain dan penggembalanya. Mandasia adalah pencuri sapi yang terhebat. Itu dilakukan hanya untuk kesenangan saja.

Singkat kisah, Mandasia memutuskan pergi ke Gerbang Agung untuk menghindari perang antara Gilingwesi vs Gerbang Agung. Dua kerajaan yang di belah oleh lautan dan saling berjauhan ini sudah diambang perang. Gilingwesi hendak menyerbu untuk memperluas wilayah taklukan. Mandasia ingin membujuk Putri Tabassum di Gerbang Timur agar melamar ayahnya (Watugunung). Perkawinan diharapkan menghindari perang.

Tapi, pada akhirnya perang tetap berlangsung. Puluhan ribu prajurit mati dalam perang besar itu. Pasukan Gilingwesi akhirnya tumpas, termasuk Raja Watugunung. Sebelumnya Mandasia terlebih dulu mati dalam peperangan. Sedang Sungu Lembu, sebagai pencatat perang, masih hidup dan menjadi tawanan. Setelah beberapa tahun hidup di Gerbang Agung, ia kembali ke Gilingwesi untuk menyampaikan pesan terakhir Mandasia dan Watugunung kepada seorang perempuan bernama Dewi Shinta.

Setelah Sungu menyampaikan wasiat-wasiat yang dipikulnya, ia kembali ke Banjaran Waru dan bertemu dengan Melur, cinta pertamanya dulu. Waktu remaja ia pernah menyetubuhi Melur, namun ia tak tahu jika Melur hamil dan melahirkan anaknya. Saat bertemu di akhir-akhir kisah RM, Sungu tahu dan memutuskan tinggal serumah dengannya. Mereka hidup tenteram.

Tapi dongeng RM tak sesimpel itu. Setiap bagian dongeng adalah dongeng tersendiri. Sebelum Sungu bertemu Mandasia, ia dimanja oleh Nyai Manggis yang seorang otak pemberontak dan pemilik rumah dadu. Nyai Manggis memanjakan Sungu di atas tempat tidur hampir setiap hari. Dan ini menjadi cerita tersendiri yang erotis. Kisah masa kecil Nyai Manggis pun adalah sebuah dongeng yang tragis.

Saya tak mungkin menumpahkan apa yang ada di ingatan usai membaca buku ini. Terlalu banyak kisah dan alur yang menjerat pikiranku agar tak kemana-mana. Kisah-kisahnya menggoda untuk terus mengatahui kisah selanjutnya dan kisah selanjutnya, meski ternyata sudah sampai pada halaman terakhir. Cara penceritaan yang kocak dan konyol menambah enak saja membaca buku ini. Penulis memang 'asem tenan' kok. Buku RM penuh dengan hal yang mengejutkan.

Sungu Lembu sendiri ternyata adalah anak Raja Watugunung. Karena saat menaklukkan Banjaran Waru, raja meminta tidur ditemani ibunya, dan tak ada yang berani menolak. Sedang Dewi Shinta sang permaisuri Gilingwesi, istri Raja Watugunung ternyata adalah ibu kandung Watugunung sendiri. Rahasia itu baru diketahui ketika hubungan Watugunung-Dewi Shinta sudah melahirkan 20 lebih pangeran, termasuk Raden Mandasia.

Nah, silahkan berimajinasi. Membaca atau mendengar dongeng ternyata sama saja. Menghibur. Oh ya, kita juga bisa memaknainya dengan serius, kalau mau. Bahwa banyak hal yang kita kejar adalah hanya ilusi belaka. Dalam proses itulah sebenarnya hidup ini, bukan pada tujuan.

 

Data Buku: 

Judul: Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi (Sebuah Dongeng) I Penulis: Yusi Avianto Pareanom I Penerbit: Banana I Cetakan: Maret 2016 I Tebal: 448 halaman