Pernah Bergaul Dengan Pembalak Hutan

Reporter: Edy Purnomo

blokTuban.com - Perawakannya kalem. Gaya bicaranya tenang dengan sorot mata teduh. Meski penampilannya sederhana, tapi siapa sangka pria berusia 56 tahun ini mempunyai pengalaman panjang dan menarik selama menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Pegawai kepemerintahan, beda kondisi antara dulu dan sekarang. Setidaknya, itu yang dirasakan Camat Palang, Sugeng Winoto, yang sudah mengabdi dengan dipimpin 7 bupati sebelum Bupati Tuban sekarang, Fathul Huda.

"Saya mulai masuk menjadi pegawai akhir tahun 1979 lalu, kemudian diangkat sebagai PNS tahun 1980 nya," kata Suugeng Winoto, ditemui blokTuban.com di Kantor Kecamatan Palang.

Awal karir dia, dimulai dengan menjadi staff di Kecamatan Widang dan berlanjut dengan Kepala Markas Wilayah (Kamawi) Pertahanan Sipil (Hansip) di Kecamatan Widang. Selanjutnya pada tahun 1990, dia dipindah ke Kecamatan Jatirogo sebagai mantri polisi dan tahun 1996 dipindah ke Kecamatan Kenduruan sebagai Sekretaris Wilayah Kecamatan (Sekcam).

"Saat itu belum ada listrik di Kecamatan Jatirogo dan Kenduruan, kalau lampu ya harus menyalakan petromax," katanya mengenang masa muda.

Ketika berada di dua kecamatan inilah kisah dia dengan para pembalak hutan dimulai. Utamanya ketika berada di Kecamatan Kenduruan yang saat itu kondisi hutannya masih sangat lebat.

"Bayangkan, orang ambil kayu hutan itu bergerombol. Bisa 50 sampai 100 orang per kelompoknya," terang Sugeng.

Tugas dia sebagai mantri polisi di Jatirogo, maupun Sekwilcam Kenduruan mengharuskan menangani permasalahan ini. Lantaran kelompok pembalak tidak mungkin dihadapi dengan kekuatan senjata. Sebab, mereka justru akan melawan dan merusak hutan lebih parah lagi.

Saat itu, cara kerja yang dipergunakan adalah dia harus menemui pembalak secara langsung. Dia lantas diantarkan petugas kepolisian dan tentara masuk ke perkampungan atau tempat pembalak berkumpul.

"Saya diantar polisi dan tentara masuk ke kelompok pembalak, kemudian ditinggalkan sendirian disana. Karena kalau dikerasi mereka justru bersikap lebih keras," terang Sugeng.

Disinilah nyali dan cara komunikasi dia diuji. Sugeng mengaku lebih menempatkan diri sebagai bagian dari mereka. Dengan meminta mereka agar menganggap dia sebagai bapak, kakak, atau bahkan adik agar didengarkan. Sugeng mengingatkan kalau tindakan mereka berbahaya bagi diri sendiri dan lingkungan, dan berusaha mencari solusi permasalahan bersama.

"Saya panggil Den Bagus, ataupun Kang, ataupun apalah sebutan lain supaya bisa diterima mereka," kata Sugeng.

Sedikit demi sedikit cara dia diterima dan membuahkan hasil. Supaya tidak kembali membalak, Sugeng merintis usaha kayu jati pendem (jati yang roboh dan tertanam di tanah) dan meubel. Usaha ini berkembang sehingga dia mempunyai lima lokasi usaha jati pendem.

"Ketua kelompoknya (pembalak) saya jadikan mandor di lima lokasi ini, kemudian satu lokasi biasanya ada 40 sampai 50 orang yang bergabung dan ikut bekerja," jelas Sugeng.

Ketika usaha ini berjalan, pernah para pembalak ini menawarkan kepada dirinya untuk menerima kayu-kayu ilegal juga dari hutan. Sebenarnya, apabila tawaran ini diterima untung dari usaha ini bisa berlipat-lipat.

"Tapi saya selalu tekankan jangan lakukan itu, mari cari uang dengan cara yang benar," kata bapak dari 3 anak ini.

Pergaulan dengan orang-orang ini berlangsung sekitar 6 tahun. Sampai pada tahun 2001 dia dimutasi sebagai Sekcam Jenu dan tahun 2005 diangkat sebagai Camat Montong. Karir dia berlanjut dengan menjadi Camat Palang pada tahun 2011 sampai sekarang.

"Intinya menghadapi semua permasalahan masyarakat, kita harus berusaha menjadi bagian dari mereka," terangnya.


Riwayat Singkat

Nama : Sugeng Winoto
Tempat dan tanggal lahir: Lamongan, 26 Juni 1959
Nama Istri : Asmani Ainisa
Anak-anak : 1. Sri Widyati (24)
   2. Sofia Indra Widari (20)
   3. Sofiyati Putri Mulya (17)


Pendidikan:
1. SD N Sungegeneng, Kecamatan Sekaran, Lamongan
2. SMP N Lamongan
3. SMK N Ngawi
4. Pendidikan non formal selama bekerja sebagai PNS