Reporter: Parto Sasmito

blokTuban.com - Ada banyak sumber energi alternatif yang bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari. Salah satunya berasal dari limbah kandang yang diolah menjadi bio gas bisa dimanfaatkan untuk kompor dan listrik. Wujud dari pemanfaatan tersebut bisa ditemukan di salah satu rumah warga di Desa Banyuurip, Kecamatan Senori Kabupaten Tuban.

Rumah itu tampak sederhana, dengan dinding yang terbuat dari papan dan lantai masih asli dari tanah. Di depan rumah terdapat papan nama dengan cat warna putih bertuliskan Instalasi Biogas Desa Banyuurip Kecamatan Senori - Tuban, dibangun oleh SKK Migas dan Pertamina EP
Asset 4 Field Cepu.

Di samping rumah itu, terdapat kandang yang dikelilingi oleh selambu transparan warna hijau, di dalam ada 6 ekor sapi sedang makan dan minum di tempat yang beralaskan mistar. Di belakang kandang itulah terdapat instalasi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas untuk keperluan memasak dan bisa juga untuk listrik, kotoran sisa yang keluar juga bisa dijadikan sebagai pupuk kompos alami.

Rumah beserta pekarangan tersebut adalah tempat tinggal Musiran dan istrinya, Sumartini. Rumah itu yang  dijadikan percontohan untuk pemanfaatan biogas oleh Pertamina EP Asset 4 Field Cepu.

Musiran menjelaskan, sekitar 2 bulan yang lalu di rumahnya mulai dipasang instalasi biogas. Setelah bisa difungsikan, untuk keperluan memasak yang awalnya menggunakan tabung LPG ukuran 3 Kg dalam satu bulan bisa menghabiskan 3 tabung, kini dengan beralih ke biogas, keluarganya tidak lagi mengeluarkan uang untuk keperluan kompor, sehingga uang yang seharusnya untuk menukar tabung LPG bisa dipakai untuk kebutuhan yang lain.

Pembuatan biogas sendiri tergolong mudah dilakukan. Yakni kotoran sapi yang sudah tertampung di bak, dimasukkan ke dalam tempat pengaduk. Dengan perbandingan air dan kotoran 1:1, campuran itu mulai diaduk.

"Kadang 4 ember kotoran ditambah dengan 4 ember air diaduk hingga bercampur," terang Musiran sambil mempraktekkan proses pembuatan biogas.

Setelah kotoran sapi dan air bercampur, kemudian masuk ke dalam sebuah kubah atau penampungan di dalam tanah yang berbentuk semacam septic tank. Di dalam kubah itulah terciptanya gas yang disalurkan ke dalam dapur melalui pipa, setelah itu gas mengalir  melewati alat ukur tekanan gas yang dinamakan manometer, kemudian terbagi antara saluran yang menuju kompor dan lampu dengan pengatur kran.

Di alat ukur manometer yang tertempel di tiang dekat kompor itu, terpampang semacam larutan air raksa berwarna merah dalam pipa kecil dan ukuran tekanan angka-angka. Tekanan gas di dalam instalasi dapat diketahui melalui alat tersebut. Karena biogas setiap hari terisi oleh kotoran sapi, setiap hari tekanan juga selalu meningkat.

"Biasanya dalam pemanfaatannya dari angka 25 turun ke 20 itu dalam pengguanan setengah jam, namun tergantung besar kecilnya api. Jika tidak dipakai tekanan akan terus meningkat, tapi tetap aman, karena jika sudah penuh, gas juga akan terbuang sendirinya bersama dengan kotoran dari lubang pembuangan," tutur Musiran.

Meskipun berasal dari kotoran sapi, namun gas yang keluar dari kompor sama sekali tidak menimbulkan bau, jadi sangat aman dan nyaman untuk memasak. "Tidak ada bau sama sekali, justru lebih bau tabung LPG. Ini buktinya untuk memasak makanan setiap hari, selain itu usaha membuat jajanan istri saya juga banyak yang pesan meskipun pakai biogas. Yang jelas banyak manfaat yang kami rasakan," papar pria yang kesehariannya juga bertani di sawah dan ladang itu.

Selain untuk keperluan memasak, biogas juga bisa dimanfaatkan untuk lampu sekaligus. Di atas meja dapur itu juga terdapat sebuah lampu berbentuk seperti alat dalam lampu petromak yang menggunakan bahan bakar spirtus. Setelah kran pengalir gas dibuka, inti dari lampu dinyalakan dengan korek api. Lampu itupun menyala terang dengan rapi tanpa ada kobaran api.

"Ada lampu ini juga bisa menghemat biaya listrik dan sekali lagi, dari biogas ini tetap aman," pungkasnya.

Program pemanfaatan biogas itu sendiri merupakan program lanjutan dari Pertamina EP Asset 4 Field Cepu. Sebelumnya bersama Yayasan Sekar Mandiri melakukan pemetaan sosial untuk mengetahui potensi dan masalah apa yang ada di masyarakat di daerang Ring 1 itu.

Selama satu minggu pihak Pertamina EP Asset 4 Field Cepu dan pendamping program serta  masyarakat berjalan bersama menyusuri desa. Dari hasil pemetaan didapatkan kebanyakaan masyarakat kebanyakan mempunyai ternak sapi dengan kandang masih menjadi satu di dalam rumah.

Berawal dari masalah tersebut, kemudian untuk program pemeliharaan dan pengelolaan akhirnya kandang sapi dipisah dari rumah untuk kesehatan, selain itu untuk pengembangan ternak menjadi lebih baik.

Usaha ternak yang awalnya sebagai sampingan bisa dikembangkan menjadi usaha pokok dengan sistem bisnis. Ketika sudah berjalan, dilanjutkan dengan simpan pinjam yang saat ini sudah berjalan selama kurang lebih satu tahun. Pengembangan juga dilakukan dengan rumah kompos dan tahun ini mulai membuat percontohan dengan biogas di rumah keluarga Musiran.

Pendamping program dari Yayasan Sekar Mandiri, Hirsan menjelaskan, saat ini instalasi biogas memang hanya dilaksanakan di rumah keluarga Musiran yang dijadikan sebagai percontohan.

"Masyarakat ingin melihat bukti lebih dahulu, setelah melihat ini ternyata banyak yang ingin memakai juga, bahkan sampai menjual sapinya," jelas Hirsan.

Ke depannya jika banyak masyarakat yang berminat akan diselenggarakan pelatihan instalasi biogas yang nantinya juga bisa dikerjakan oleh masyarakat sendiri, karena tidak membutuhkan biaya yang tinggi dalam pembuatannya dan prosesnya juga mudah. "Harapannya nanti akan banyak masyarakat bisa membuat biogas sendiri," kata pria asal Lamongan
tersebut. [ito/lis]